Saturday, December 23, 2017

Kepmenristekdikti tentang: Nama Program Studi Pada Perguruan Tinggi. Beserta Gelar Lulusan Terbaru 2017!


"Info buat pembaca blog, terjadi perubahan gelar pada Program Studi di Fakultas Hukum (FH), seperti dihapusnya gelar M.Kn. (Magister Kenotariatan)  menjadi M.H. (Magister Hukum).  Hal tersebut juga terjadi perubahan pada gelar-gelar dari Prodi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang sebelumnya gelar S.E (Sarjana Ekonomi) menjadi gelar S.Ak (Sarjana Akuntansi) dan S.M. (Sarjana Manajemen). Untuk selengkapnya cekidooooot.



KEPUTUSAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 257/M/KPT/2017
TENTANG
NAMA PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI
MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 5 Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penamaan Program Studi pada Perguruan Tinggi, perlu menetapkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi tentang Nama Program Studi pada Perguruan Tinggi;




Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);


2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);


3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 14);


4. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;


5.  Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Lembaran Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 889);


6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1952);


7. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penamaan Program Studi Pada Perguruan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 124);




MEMUTUSKAN:




Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI TENTANG NAMA PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI.




KESATU : Menetapkan nama program studi pada perguruan tinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.




KEDUA : Nama program studi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.




KETIGA : Perguruan tinggi dapat mengusulkan penambahan dan/atau perubahan nama program studi sesuai dengan rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Menteri.




KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2017
MENTERI RISET, TEKNOLOGI,
DAN PENDIDIKAN TINGGI
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
MOHAMAD NASIR
Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,
TTD.
Ani Nurdiani Azizah
NIP 195812011985032001

Lampiran:
  1. Salinan Kepmenristekdikti Nomor 257/M/KPT/2017 
  2. Lampiran I – Program Sarjana, Program Magister, dan Program Doktor 
  3. Lampiran II – Program Profesi 
  4. Lampiran III – Program Spesialis 
  5. Lampiran IV – Program Vokasi Diploma III dan Sarjana Terapan 
  6. Lampiran V – Program Vokasi Diploma I dan Diploma II 

Labels:

Thursday, December 14, 2017

Semester 8 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA



  1. Komprehensif
  2. Skripsi

Labels:

Semester 7 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA



  1. Hukum Kekayaan Intelektual
  2. Etika Profesi Hukum
  3. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum
  4. Filsafat Hukum
  5. Hukum Pemerintahan Daerah
  6. Keterampilan Perancangan Hukum
  7. Pembaharuan Hukum Pidana
  8. Sosiologi Hukum

Labels:

Semester 6 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA



  1. Hukum Kesehatan
  2. Hukum Pidana Pers
  3. Hukum Kedokteran Forensik
  4. Hukum Asuransi
  5. Metode Penyelesaian Sengketa Alternatif dan Arbitrase
  6. Hukum Investasi
  7. Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum II (PLKH II)
  8. Hukum Hak Asasi Manusia
  9. Hukum Pajak
    Selengkapnya klik di sini.

Labels:

Semester 5 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA



  1. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
  2. Kriminologi
  3. Hukum Perusahaan
  4. Hukum Perikatan
  5. Tindak Pidana Korupsi
  6. Hukum Lingkungan dan Tata Ruang
  7. Hukum Perburuhan dan Peneyelesaian Perselisihan
  8. Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum I (PLKH I)
Selengkapnya klik di sini.

Labels:

Semester 4 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA



  1. Penologi dan Pemasyarakatan
  2. Hukum Waris
  3. Hukum Perlindungan Anak
  4. Hukum Perbankan dan Surat Berharga
  5. Hukum Acara Peradilan TUN
  6. Hukum Acara Perdata
  7. Hukum Acara Pidana
  8. Ilmu Perundang-undangan
Selengkapnya klik di sini.

Labels:

Semester 3 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA



  1. Hukum Agraria 
  2. Tindak Pidana Khusus
  3. Hukum Perlindungan Konsumen
  4. Pengantar Ilmu Ekonomi
  5. Antropologi Hukum
  6. Hukum Dagang
  7. Hukum Internasional
  8. Hukum Administrasi Negara
Selengkapnya klik di sini.

Labels:

Semester 2 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA



  1. Hukum Pidana
  2. Bahasa Inggris Hukum
  3. Hukum Adat
  4. Hukum Islam
  5. Hukum Perdata
  6. HUkum Tata Negara
  7. Pendidikan Kewarganegaraan
Selengkapnya klik di sini.

Labels:

Semester 1 Program Studi Ilmu Hukum FH UNSIKA


  1. Bahasa Indonesia Hukum
  2. Aplikasi Komputer Hukum
  3. Ilmu Negara
  4. Pengantar Ilmu Hukum
  5. Pengantar Hukum Indonesia
  6. Pendidikan Agama
  7. Pancasila
  8. Sosiologi 
Selengkapnya download di sini

Labels:

Tuesday, December 12, 2017

Contoh Penemuan Hukum Melalui Penafsiran Hukum Secara Otentik


Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebutkan Pasal 351 Ayat (1) bahwa, “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”. Selanjutnya Pasal 351 Ayat (2) menyebutkan bahwa, “Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 351 Ayat (2) tersebut hanya disebutkan luka-luka berat, tetapi tidak secara langsung disebutkan jenis luka yang lebih jelasnya. Jadi, dalam hal ini masih sumir jenis luka yang lebih jelasnya itu. Ketidakpastian hal tersebut bisa berdampak pada penerapan Pasal 351 tersebut oleh penegak hukum, sehingga Pasal 351 ini tidak bisa dilaksanakan dilapangan pada prakteknya karena ketidakpastian tentang kejahatan penganiayaan tersebut dianggap menimbulkan luka ringan atau luka berat.

Disebutkan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi, “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dengan dasar hukum tersebut, maka dapat menggunakan metode penafsiran atau metode penemuan hukum yang ada.

Isu hukum dalam hal ini adalah bagaimana jenis luka-luka berat yang dimaksud dalam Pasal 351 Ayat (2) KUHP tersebut.

Selengkapnya klik  di sini.

Labels: ,

Monday, December 11, 2017

Tinjauan Terhadap Kode Etik Jabatan Notaris





Notaris menurut Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Sebagai pejabat umum yang menjalankan fungsi sosial untuk membuat akta otentik berdasarkan permohonan penghadap atau masyarakat yang membutuhkan jasa dibidang pembuatan akta, seorang notaris dapat dibebani tanggung jawab perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggung jawaban Notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, Nico membedakannya menjadi empat, yaitu:[1]
1.      Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;
2.      Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;
3.      Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;
4.      Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik Notaris.
       Seorang notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya dituntut bertindak jujur dan adil bagi semua pihak, tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat, serta mempunyai kewajiban untuk menjamin kebenaran akta-akta yang dibuatnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris wajib berada dalam pengawasan suatu lembaga yang netral dan mandiri atau independen. Tujuan dari pengawasan terhadap Notaris adalah agar para notaris sungguh-sungguh memenuhi persyaratan-persyaratan dan menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Kode Etik Notaris demi pengamanan dari kepentingan masyarakat umum. Tujuan dari dibuatnya kode etik, dalam hal ini adalah Kode Etik Notaris, pada intinya adalah untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris.[2]
       Kedudukan Kode Etik bagi Notaris, yang pertama karena sifat dan hakekat dari pekerjaan Notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen Hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang Penghadap yang menggunakan jasa Notaris tersebut. Kedua, agar tidak terjadi ketidakadilan sebagai akibat dari pemberian status harta benda, hak dan kewajiban yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sehingga dapat mengacaukan ketertiban umum dan juga mengacaukan hak-hak pribadi dari masyarakat pencari keadilan, maka bagi dunia Notaris sangat diperlukan juga suatu Kode Etik Profesi yang baik dan modern.[3] Tujuan lainnya dari pengawasan terhadap Notaris adalah guna menjamin pengamanan dari kepentingan umum terhadap para Notaris yang menjalankan jabatannya secara tidak bertanggung jawab dan tidak mengindahkan nilainilai dan ukuran-ukuran etika serta melalaikan keluhuran dari martabat dan tugas jabatannya.
       Kode etik profesi Notaris, disusun oleh organisasi profesi Notaris, Ikatan Notaris Indonesia (INI). Pasal 1 angka (2) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (INI) menjabarkan bahwa Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut kode etik adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode etik Notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman dalam menjalankan jabatan notaris, memuat kewajiban, larangan dan pengecualian bagi notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Berkaitan dengan hal demikian, maka notaris diminta agar dapat menjalankan profesinya dengan profesional, dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis akan membahas lebih lanjut kajian tersebut dengan makalah yang berjudul, Tinjauan Terhadap Kode Etik Jabatan Notaris”.

Selengkapnya klik di sini.


[1] Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Prespektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 34.
[2] Ibid., hlm. 118.
[3] Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 133.

Labels: